"Dasar anak jaman sekarang!"
Kata-kata itu sering kita lontarkan pada anak-anak usia remaja atau yang beranjak dewasa manakala mereka berlaku seenaknya di depan hidung kita orang dewasa.
Beberapa waktu yang lalu, ketika saya dan istri sedang makan di sebuah gerai fastfood, seorang anak usia tanggung - kemungkinan anak SMA - dengan seenaknya meludah di depan saya dan istri. Langsung seketika itu juga, saya tegur anak itu. Apa jawabannya? Hanya lambaian tangan tanpa melihat kita.
"Dasar anak jaman sekarang!" rutuk saya. Walau begitu, saya tidak hanya berhenti sampai teguran tadi saja. Ketika ibunya mendekat, saya terus tegur anak itu. Teguran saya hentikan ketika orangtuanya tidak memberikan reaksi apapun. Apa-apaan ini? Orangtuanya cuek saja!
Nalar saya langsung terhenyak.
Satu hal yang terlupa selama ini ternyata adalah anak model seperti itu adalah produk dari orangtua model itu juga. Parahnya, di kota besar seperti Jakarta ini, orangtua model seperti itu banyak sekali! Saya berandai-andai apabila 4 dari 10 orangtua seperti itu - bertingkah sama "oon-nya" dengan anaknya - pasti kacau sekali Jakarta ini. Namun ternyata, asumsi saya itu mendekati kenyataan. Boleh coba lihat sekitar kita.
Di jalan - di hampir setiap belahan jalan dalam lingkar Jabotabek - pasti kita temukan para pak Ogah yang menawarkan jasa memandu mobil untuk berputar ke sisi jalan lainnya di tempat pemutaran yang tidak semestinya. Pak Polisi kemana? mungkin mereka sudah capai atau memang itu suatu bentuk kerjasama supaya masyrakat sekitar bisa dapat penghasilan tambahan? Pasti ada satu alasan dimana saya tidak berhak untuk menuduh bukan?
Masih di jalan. Mobil dengan pelat militer pasti lebih diberi keistimewaan atau minta diistimewakan - kecuali kalau konvoi ada yang meninggal dan kunjungan tamu lho, itu sih masih masuk akal -walaupun tidak memiliki kepentingan sangat penting kecuali hanya mau ke kantor saja. Apabila mobil di depan mereka sedikit melambat karena memang harus melambat - kalau tidak bakal mencium mobil di depannya - malahan di beri klakson yang "manis" dengan nada "get out of my way!" alias "lambat banget sih lu!". Siapa yang tidak keder melihat pelatnya pakai bintang!
Masuk menyelusup ke perkantoran. Tidak bisa dipungkiri, banyak penjilat, banyak penjegal, banyak pelaku love affair, dan banyak penyimpangan lainnya. Ampun deh!
Merayap di perkampungan. Di perkampungan, hampir semua anak bermain di gang yang lumayan sempit. Bermain tanpa melihat kanan-kiri adalah favorit anak-anak. Coba saja anda masuk ke suatu gang dengan kecepatan 5 Km/ jam tanpa menginjak rem. Ditanggung bakal ada suara, "gubrak!" lalu tangisan seorang bocah bakal terdengar. Disusul kemuadian suara seorang dewasa, "lu apain anak gua? lu kagak lihat ape? banyak anak-anak! mata lu taruh pantat kale? Lu ganti pengobatannya! sini lu ada gopek kagak? kalau ampe dioperasi, lu tanggung bayarannya!"
Mati deh!
Mendaki apartemen mewah dan menyusuri perumahan elite. Siapa yang menyangka, kalau di apartemen mewah dan perumahan elite terdapat banyak akar kekisruhan di banyak tempat di Jabotabek ini. Gaya hidup yang didapat para penghuni apartemen yang notabene 'easy life' membuat mereka enak saja ngebut di jalan. Kalau tertangkap tangan pak polisi, tinggal bayar atau tinggal telpon "backing babe" buat menyelesaikan masalah. Tidak jarang pak polisi malas menilang mereka karena melihat plat nomor istimewa yang tentu saja didapat dari pak polisi juga. Bingung gak? Susahnya, banyak oknum aparat yang dengan mudah menjadikan dirinya "backing" buat orang-orang tertentu. Tidak hanya oknum aparat, bahkan oknum pegawai pemerintah bidang lain juga setali tiga uang.
Nongkrong di perempatan jalan. Para kaum miskin memanfaatkan kemiskinan mereka. Terkadang dagangan kemiskinan mereka tambahi dengan sedikit "action kriminalitas". Biar seru! Mereka yang naik angkutan umum, stress! mereka yang naik mobil pribadi, was-was!Mereka yang berjalan kaki, gemetar! capek deh!
Nah, bagaimana anaknya tidak seenakknya sendir! bagaimana kita bisa menyalahkan mereka seratus persen - seribu persen juga boleh - kalau ternyata itu mereka warisi dari orangtua mereka. Gila deh, orang biasa seperti saya ini. Mau ikut gila, kocek kurang terus... Mau tidak ikut gila, miris juga melihat masa depan bangsa ini.
Untuk lebih jelasnya, yang miskin amupun yang kaya sama saja. Semuanya ingin hidup seenak-enaknya. Semuanya ingin melanggar hukum dengan aman dan damai. Bahkan trend semacam ini sudah masuk ke tempat-tempat peribadatan lho! waspadalah!
Orangtuanya saja begitu, anaknya pasti lebih ngeri dong!
salam Shouting!