Rabu, 02 April 2008

MERASAKAN KEHIDUPAN ORANG LAIN DAN MENGHIDUPKAN PERASAAN ORANG LAIN

MERASAKAN KEHIDUPAN ORANG LAIN
DAN MENGHIDUPKAN PERASAAN ORANG LAIN
Dalam kehidupan kita, apa yang kita rasakan seringkali tidak terselami oleh orang lain. Diri kita ini adalah sebuah karya misteri Allah. Namun ada kalanya, kita mencoba membuat perkiraan-perkiraan tentang hidup, pikiran, motif perbuatan dan reaksi orang lain sesuai dengan temuan-temuan kita. Hanya saja, apakah perkiraan-perkiraan itu benar 100% atau hanya hasil akhir sajakah yang dapat kita gambarkan? Kita tidak pernah tahu.

Temuan-temuan yang kita anggap menjadi pendukung asumsi atau bahkan mungkin kesimpulan bisa jadi adalah suatu kebetulan. Beberapa tahun yang lalu, saya dapat dengan tenang duduk pada suatu warung makan yang di dalamnya beterbangan banyak lalat. Namun perasaan tenang itu sekarang berganti seiring semakin jarangnya saya mengalami hal tersebut. Para ahli mempunyai pendapat mereka masing-masing sesuai keahlian mereka. Hanya satu hal yang saya pikir benar, saya sudah tidak bersentuhan dengan kehidupan itu secara intens. Itu berarti saya masih bisa masuk pada kehidupan seperti itu apabila ada kesempatan dan intensitas seperti pada masa itu.

Hal di atas adalah untuk menggambarkan betapa saya mencoba untuk merasakan kehidupan dan perasaan orang lain. Ketika seorang teman kehilangan ayah atau ibunya, saya mencoba untuk memberikan penghiburan seolah-olah saya tahu benar kesedihan yang ia alami. Teman itu berkata bahwa saya tidak tahu apa yang ia rasakan. Bagi saya, dia benar. Saya tidak mungkin berkata bahwa saya paham apa yang dia rasakan. Terlebih saya belum pernah merasakan pengalaman ditinggalkan oleh kepergian orang tua.

Apa yang saya tunjukkan kepada teman saya adalah suatu ungkapan manusiawi seorang manusia. Orang boleh saja memetakan kemiskinan di sekitarnya, tetapi itu hanyalah pemetaan fisik semata. Orang boleh juga mengatakan bahwa suatu tempat memiliki sifat masyarakat ini dan itu, tetapi itu bukan berarti sifat itu dimiliki semua individu. Pemakluman umum mengaburkan pemakluman individu.

Seorang pejabat yang mencoba memahami kesengsaraan masyarakat dibawahnya pasti akan dapat memahami kepedihan hidup mereka. Hanya saja, pejabat itu tidak dapat merasakan dengan sebenar-benarnya karena tidak adanya intensitas terjun dalam hidup mereka. Seorang pengusaha yang mengantarkan anaknya ke sekolah, mungkin secara fisik ada di dalam mobil bersama dengan anaknya. Tapi apakah kita yakin ia memfokuskan dirinya untuk anaknya atau sebenarnya pikirannya melayang pada urusan di kantor? Bahkan ketika kita adalah sepasang suami-istri, apa yang dipikirkan istri atau suami kita tetap adalah misteri yang tak terselami. Hingga kalimat-kalimat meluncur dari mulut seseorang, proses keluarnya kalimat itu masih sebuah misteri.

Oleh karenanya, sangat aneh ketika kita mendengar seseorang berkata,“aku paham perasaanmu“. Apakah yang ia pahami? Yang ia pahami sebenarnya adalah tingkah laku saja. Perasaan tetaplah tidak terselami.

Salam,

Tidak ada komentar: